Powered By Blogger

Rabu, 14 April 2010

29 Jenis Anggrek Spesies Dilindungi UU

Di Indonesia, 29 jenis anggrek spesies telah dilindungi Undang-undang sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa (3 jenis masuk dalam Appendix I dan 26 jenis masuk dalam Appendix II).

Menurut Kris Heriyanto, jenis anggrek yang tidak dilindungi tapi masuk dalam Appendix CITES, seperti : Dendrobium lowii masuk appendix I, Phalaenopsis amabilis masuk Appendix II dan Bulbophyllum lobbii masuk dalam Appendix II.

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) adalah Konvensi Perdagangan Internasional Fauna dan Flora Liar Langka (kesepakatan berbagai negara). Tujuan CITES untuk memastikan bahwa fauna dan flora liar yang diperdagangkan secara Internasional tidak dieksploitasi secara berlebihan/tidak berkelanjutan.

Indonesia meratifikasi CITES berdasarkan keputusan Prsiden No. 43 Tahun 1978 dengan management Authority ; Ditjen Dep. Kehutanan dan Scientific Authority ; LIPI.

Ada lima hal pokok yang menjadi dasar dibentuknya konvensi, adalah :

1. Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap tumbuhan dan satwa liar.

2. Meningkatnya nilai sumber tumbuhan dan satwa liar bagi manusia

3. Adanya peran dari masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar.

4. Makin mendesaknya kebutuhan suatu kerja sama internasional untuk melindungi jenis-jenis tersebut dari eksploitasi lebih (over exploitation) melalui kontrol perdagangan internasional.

5. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka jenis-jenis atas dasar kelangkaannya yang ditentukan oleh konferensi Para Pihak CITES digolongkon dalam 3 kelompok atau Appendix, yaitu Appendix I, II dan III.

Appendix I adalah perdagangan Internasional (yang bersifat komersil) seluruhnya dilarang kecuali dari hasil penangkaran.

Appendix II adalah perdagangan internasional diperbolehkan tetapi dikontrol melalui kuota.

Appendix III perdagangan internasional diperbolehkan tapi dikontrol dengan pengawasan oleh negara lain (secara umum pembatsan perdagangannya lebih ringan dibandingkan dengan appendix II).

Pandangan terhadap masalah anggrek :

a. Untuk melindungi anggrek alam (spesies), masyarakat, pemerintah lokal dan daerah terkait dimana anggrek tersebut tumbuh perlu mendapat informasi, penguatan kapasitas dan adanya dukungan kebijakan sehingga dapat menjaga agar tidak terjadi pengambilan anggrek berlebihan.

b. Perlu dibangun mekanisme benefit sharing bagi masyarakat, sebagai insentif dalam menjaga ekosistem dimana anggrek tersebut tumbuh.

c. Explorasi terhadap pengenalan jenis anggrek alam (spesies) masih sangat dibutuhkan.

d. Pentingnya penelitian dan pengembangan anggrek untuk menunjang budidaya dan penyediaan bibit.

e. Kebijakan dan penegakan hukum menyangkut perdagangan anggrek perlu dibereskan, sehingga upaya perdagangan tetap menjaga pelestarian dan pemanfaatan lestari anggrek.

Pemanfaatan Anggrek

Semua anggrek hasil perbanyakan spesies dan hasil persilangan dapat dimanfaatkan (khusus Appendix I CITES harus terdaftar di skretariat CITES). Hasil perbanyakan spesies jenis-jenis yang dilindungi dan atau Appendix I CITES, TIDAK DIBENARKAN untuk diekspor.

Para pecinta anggrek tidak hanya menikmati keindahan dan kecantikan anggrek, tapi mereka juga melakukan penyilangan. Penyilangan dilakukan berdasarkan indahnya, dan karakteristik yang mungkin bermanfaat dihilangkan, tegas Sjahrizal Siregar, pencinta anggrek dari Bandung.

Menurut Sjahrizal perbanyakan/penyilangan anggrek spesies diambil dari hutan, dan ini tidak melalui ijin dari aparat setempat. Maka bila kita mengikuti peraturan, para pencinta anggrek seharusnya sudah dikenakan sanksi, karena telah melanggar peraturan, lanjut Sjahrizal. Hasil penyilangan yang indah untuk dijadikan perdagangan internasional.

Janganlah jual anggrek yang langka ke luar, lantas beri dari yang baru. Tolong perlakuan secara eksitu diakreditasi, dan apa syarat-syarat hutan yang dilindungi untuk anggrek, pesan Sjahrizal di akhir acara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar